Quantcast
Channel: Mama, Dudu and Their Everyday Adventure
Viewing all articles
Browse latest Browse all 269

Antara Ibu Bekerja dan Anak Mandiri

$
0
0
Resiko ibu bekerja seperti saya adalah terkaget-kaget ketika datang akhir pekan dan si anak memamerkan skill baru yang dipelari ketika hari kerja. Karena itu saya selalu berusaha meluangkan waktu untuk berkencan dengan Dudu, supaya tidak ketinggalan update dari anak yang tahu-tahu sudah mau 10 tahun dan bisa melakukan semuanya sendiri.

Dari kecil belajar pun sendiri
Kemarin, karena Dudu sakit (lagi), kita jadi tidak bisa kemana-mana. Akhirnya saya iseng melontarkan pertanyaan: “Menurut kamu, anak mandiri itu seperti apa?”

Dudu: Anak mandiri adalah anak yang bisa melakukan semuanya sendiri.
Mama: Misalnya?
Dudu: Misalnya mandi sendiri, makan sendiri. Cari uang sendiri bisa.
Mama: Anak jalanan yang minta-minta dan jualan tissue di lampu merah dong?
Dudu: Bukan.Bukan. Anak yang mandiri bisa membantu orang tuanya. Terus juga bisa tidak merepotkan orang tua.
Mama: Kamu anak mandiri bukan?
Dudu: Iya. Walau belum complete.
Mama: Yang masih kurang apa?
Dudu: Entahlah, aku cuma merasa kurang saja.

Mandiri itu bawa koper sendiri?
Nah, otak saya langsung berpikir, apa nih yang belum saya ajarkan kepada Dudu? Maklum sebagai ibu bekerja, saya sering melewatkan perkembangan anak saya. Toilet training, si Oma yang ajarkan. Makan dan mandi sendiri si Opa yang contohkan. Bermain game, si Om yang memulai. Pertama tidur sediri juga waktu menginap bersama nenek buyutnya, yang saya tidak tahu apa-apa kecuali pesan pendek dari si Opa yang bilang “Andrew menginap sama nenek buyut ya”. Bahkan si Dudu belajar masak sendiri entah dari mana. Katanya sih dari TV. Percaya diri dari fashion show, membereskan mainan dari Tante, berenang dari guru les, bahasa asing dari sekolah. Lalu, saya kebagian mengajarkan apa? Kebagian dibuatkan kopi tiap pagi sama si Dudu, meskipun pakai mesin otomatis. Kok saya seperti tidak berperan apa-apa dalam membentuk anak mandiri kecuali meninggalkan dia bekerja.

Karena saya sering kelewatan, termasuk saat dia pertama jalan dan yang lihat malah teman sekampus saya, si Dudu dengan besar hati mau mengulangi adegan “mandiri” itu. Sudah beberapa waktu dia bisa mandi sendiri, namun karena saya sedang sibuk, saya cuma dapat pemberitahuan sekilas info dari si Oma. Tapi ketika kita akhirnya bisa pergi liburan bersama, si Dudu langsung pamer, “Ma, lihat Ma!” sambil mengulang adegan mandi sendiri supaya saya bisa lihat. Duh terharu.

Padahal sebagai orang tua saya selalu berusaha mengajarkan sesuatu pada anak. Sayangnya saya orangnya tidak sabaran dan sering terlalu cuek. Tidak terhitung terjadi adegan semacam ini: “Aduh mengancingkan baju saja seabad lamanya, sudah sini Mama yang kancingkan.”Lalu seminggu kemudian di lokasi casting susu, Dudu mengancingkan kemejanya sendiri. Saya yang menyaksikan dari pinggir jadi heran. Yah, kok sudah bisa? Berarti kemarin seharusnya saya mendengarkan protesnya waktu saya dengan semangat menolong dia mengancingkan baju.

Sekarang anaknya sudah bisa menjahit kancing.
Belajar cari baca Crayon Sinchan
Tapi di lain pihak, karena saya cuek, saya juga jadi jarang melarang anak. Untungnya, Dudu termasuk anak yang tahu waktu dan disiplin (thanks to Opa), suka menolong (thanks to Oma) dan jarang mengeluh kalau waktu main game sudah harus digantikan dengan belajar. Jadi saya tidak perlu melarang dia pegang gadget pada saat weekdays, atau menonton TV di pagi hari sebelum sekolah karena kalau sudah jamnya mandi dia akan otomatis bergerak mengambil handuk. Saya semakin merasa tidak ada fungsinya.

Tahun kemarin kita berdua belajar sesuatu yang baru: mengatasi bullying. Jadi, ketika naik ke kelas 4 kemarin, ada teman sekelas Dudu yang senang memukul, mencubit, menginjak kaki, sampai membuang pensil dan penghapusnya keluar lewat jendela kelas. Karena saya bekerja, saya tidak bisa mencegat ibu si bully sepulang sekolah untuk mengadukan perbuatan anaknya seperti ibu-ibu yang lainnya. Apalagi menurut Dudu, anak itu tidak bisa diberi tahu lewat kata-kata. Jadi bagaimana dong? Akhirnya yang dilakukan Dudu adalah mendampingi saya saat pengambilan raport dan mengadukan sendiri kejadian tersebut ke wali kelasnya. Ternyata cukup efektif dan membuat saya senang karena saya sebagai Mama masih ada gunanya meskpun hanya duduk si sampingnya sambil senyam-senyum saat dia cerita.
Mama masih bisa ambil peran sebagai figuran kalau dia cosplay
Akhirnya saya memutuskan, mungkin peran saya dalam kemandirian anak bukan sebagai pengajar tapi sebagai pendengar. Soalnya menurut Dudu, “kalau Mama mengajar TK, anak muridnya bisa menangis semua karena mama akan marah-marah tidak sabaran.” Kencan mingguan kita masih berjalan sampai sekarang dan saya masih menggunakan kesempatan itu untuk update dengan kehidupan anak saya. Dudu masih menggunakan kesempatan itu untuk bercerita dan mengulang beberapa milestones yang saya lewatkan.

Lalu, seperti apa lagi yang bisa disebut anak mandiri, Du? “Anak mandiri itu membantu orang tuanya save money karena tidak perlu bayar babysister.” 

Oke deh.


Yuk ikutan Seminarnya. Daftar di sini ya.


Viewing all articles
Browse latest Browse all 269